“Hei, kalau mau
main-main jangan di mesjid. Mesjid tempatnya shalat!”
Ada hadits Rasulullah saw yang
mengatakan bahwa "Sesungguhnya amalan itu (tergantung) pada pentupnya (HR. Muttafaqun alaih). Itulah kenapa dalam
bait-bait doa kita senantiasa meminta agar di kembalikan dalam keadaan Husnul
Khatimah. Demikian pula dengan sebuah kisah Israiliah tentang taubatnya
seseorang yang seumur hidupnya telah membunuh 100 orang, namun ruhnya kembali
pada-Nya bersama malaikat Rahmat.
Nah, untuk kita yang muda-muda #cieee.. jangan pernah membenci mereka para kakek dan nenek yang masih suka
menghardik anak-anak di mesjid. Siapa yang tau bagaimana masa mudanya ia lalui,
tolonglah ia yang sedang mempersiapkan penghabisan sisa hidupnya dalam
kebaikan. Tapi bukan dengan membiarkan mesjid hanya di huni oleh mereka-mereka
yang sudah jompo, ya…
Mesjid Agung Lombok (dokumentasi wisatadilombok.com)
Tidak inginkah kita (yang masih
muda) menjadi salah satu yang mendapat naungan Allah di yaumil masyar? “Pemuda
yang hatinya terpaut oleh mesjid”. Apa bedanya kita dengan si kakek-nenek yang
menghardik anak-anak di mesjid, jika langkah kita ke mesjid baru ringan setelah
memasuki usia pensiun?
Apa tanggapan kita tentang guyonan ini?
“Si Fulan, seumur hidupnya tidak
pernah ke mesjid. Tetiba ke mesjid dia berada di depan imam.”
Innalillah.. Jika itu yang
terjadi, maka shalat jamaah yang kebaikannya dua puluh tujuh derajat dibanding
shalat sendirian itu bukan lagi pemberat amal kita.
Mesjid Agung Pasir Pangairayan (dokumentasi koranriau)
Belakangan, seiring
banyak-banyaknya dai-dai kita yang berkhidmat membimbing pemuda-pemuda untuk
berislam dengan benar, mesjid-mesjid kita memang sudah diramaikan oleh banyak
pemuda. Seperti komunitas One Day One Juz, Pemuda Hijrah, Pejuang Subuh, dan
seterusnya. Namun ternyata, keberadaan mereka yang muda-muda ini malah membuat
rasa masam di wajah para sepuh yang lebih dulu berkhidmat di mesjid.
Kenapa?
Pasalnya, teman-teman kita yang
muda-muda ini masih suka sembarangan kalo di mesjid. Mereka yang masih keluarga
kecil membawa balitanya ke mesjid, dan si balita tertawa bahagia sambil
berlarian di sekitaran jamaah saat shalat sedang berlangsung. Yang masih pakek
seragam abu-abu sepulang sekolah nongki-nongki di mesjid, cuma buat ngadem dan
ribut dengan suara gadgetnya. Belum lagi yang bercadar, jalan dengan dada
dibusungkan hingga tak melihat barang-barang jamaah lain yang dihadapannya.
Fenomena lainnya yang bukan hanya membuat jengkel para sesepuh mesjid adalah
trend mesjid sebagai Islamic Center yang beralih fungsi menjadi destinasi
wisata. Wuiiih… kalau ini mah jangan ditanya, pengunjung mesjid datang untuk
selfie-selfie, buang sampah sembarangan dan tak shalat. Wajar bingits kalau
kambing bandot pun ikutan kebakaran jenggot.
Mesjid Baiturrahman Banda Aceh (dokumentasi analisadaily.com)
Lalu, idealnya bagaimana?
Tak ada yang salah dengan
aki-aki sebagai penghuni tetap mesjid. Dia sedang berjuang mengamalkan sunnah
Rasul untuk mencapai Husnul Khatimah. Dan jauh lebih baik lagi jika para pemuda
sudah membiasakan diri untuk ke mesjid, sebab kata Rasul, ada 7 golongan yang
mendapat naungan Allah di Yaumil Masyar, dan salah satunya adalah “Pemuda yang
hatinya bertaut dengan mesjid” (HR. Muttafaq Alaih).
Mawaddah, ketenangan, adalah
citra positif mesjid kita. Firman Allah “Fastabiqal Khairot”, -
Berlomba-lombalah dalam kebaikan. Maka dalam perlombaan juga harus sportif,
jangan saling mengganggu. Mungkin yang sudah sepuh akan dongkol kalau
dinasihatkan pemuda yang ke mesjid lebih utama, maka yang muda tolong para
sepuh kita dengan lebih menjaga akhlak ketika di mesjid.
Kita teringat, dalam sebuah
sirah nabawi, Kaum munafiqun membangun mesjid. Lalu Rasulullah memerintahkan
untuk dihancurkan. Sebab ketika itu, Mesjid nabawi adalah center umat Islam.
Tempat Umat Islam bertemu 5x sehari menghadap Allah, tempat Rasulullah mendidik langsung para sahabat. Sekarang mesjid kita berjamur, dalam satu kelurahan saja
lebih dari satu mesjid. Yang fahamnya NU tidak mau shalat di mesjid
Muhammadiyah terkhusus subuh, karena perbedaan pendapat tentang qunut.
Bukan hanya itu, orang-orang
kaya berlomba-lomba berinfaq sebanyak-banyaknya untuk pembangunan mesjid. Tapi
masa’ iya, fenomena mesjid hanya milik mutlak mereka yang sudah sepuh dan
memasuki usia pensiun kerja saja? Mau diapakan surga yang begitu luas? Mau
dikemanakan pemuda-pemuda yang berpeluang mendapat naungan Allah?
Mari sama-sama menjaga. Jangan
ada yang merasa lebih baik. Sebab ukuran kita di mata Allah adalah ketakwaan,
sedang penilaian kita di mata manusia adalah akhlak. Sama-sama kita wujudkan
Mesjid sebagaimana dulu mesjid nabawi sebagai center umat di masa Rasulullah
saw.
No comments:
Post a Comment