Breaking News

Nasional

Thursday, September 6, 2018

Malas Ah ke mesjid, di mesjid ada nenek-nenek cerewet.



“Hei, kalau mau main-main jangan di mesjid. Mesjid tempatnya shalat!”
Hardikan seperti itu memang masih mewarnai sebagian besar mesjid-mesjid kita. Biasanya, yang menjadi sasaran adalah anak-anak dan si perhardik adalah kakek-kakek ataupun nenek-nenek. Salahkah yang ia katakan? Tidak. Sama sekali tidak. Namun, jika penghardik seperti ini terus dibiarkan, kapan lagi Kids Zaman Now itu hatinya mulai bertaut dengan mesjid?
                Ada hadits Rasulullah saw yang mengatakan bahwa "Sesungguhnya amalan itu (tergantung) pada pentupnya (HR. Muttafaqun alaih). Itulah kenapa dalam bait-bait doa kita senantiasa meminta agar di kembalikan dalam keadaan Husnul Khatimah. Demikian pula dengan sebuah kisah Israiliah tentang taubatnya seseorang yang seumur hidupnya telah membunuh 100 orang, namun ruhnya kembali pada-Nya bersama malaikat Rahmat.
                Nah, untuk kita yang muda-muda #cieee.. jangan pernah membenci mereka para kakek dan nenek yang masih suka menghardik anak-anak di mesjid. Siapa yang tau bagaimana masa mudanya ia lalui, tolonglah ia yang sedang mempersiapkan penghabisan sisa hidupnya dalam kebaikan. Tapi bukan dengan membiarkan mesjid hanya di huni oleh mereka-mereka yang sudah jompo, ya…

Mesjid Agung Lombok (dokumentasi wisatadilombok.com)

                Tidak inginkah kita (yang masih muda) menjadi salah satu yang mendapat naungan Allah di yaumil masyar? “Pemuda yang hatinya terpaut oleh mesjid”. Apa bedanya kita dengan si kakek-nenek yang menghardik anak-anak di mesjid, jika langkah kita ke mesjid baru ringan setelah memasuki usia pensiun?
Apa tanggapan kita tentang guyonan ini?
                “Si Fulan, seumur hidupnya tidak pernah ke mesjid. Tetiba ke mesjid dia berada di depan imam.”
                Innalillah.. Jika itu yang terjadi, maka shalat jamaah yang kebaikannya dua puluh tujuh derajat dibanding shalat sendirian itu bukan lagi pemberat amal kita.

Mesjid Agung Pasir Pangairayan (dokumentasi koranriau)

               Belakangan, seiring banyak-banyaknya dai-dai kita yang berkhidmat membimbing pemuda-pemuda untuk berislam dengan benar, mesjid-mesjid kita memang sudah diramaikan oleh banyak pemuda. Seperti komunitas One Day One Juz, Pemuda Hijrah, Pejuang Subuh, dan seterusnya. Namun ternyata, keberadaan mereka yang muda-muda ini malah membuat rasa masam di wajah para sepuh yang lebih dulu berkhidmat di mesjid.
                Kenapa?
                Pasalnya, teman-teman kita yang muda-muda ini masih suka sembarangan kalo di mesjid. Mereka yang masih keluarga kecil membawa balitanya ke mesjid, dan si balita tertawa bahagia sambil berlarian di sekitaran jamaah saat shalat sedang berlangsung. Yang masih pakek seragam abu-abu sepulang sekolah nongki-nongki di mesjid, cuma buat ngadem dan ribut dengan suara gadgetnya. Belum lagi yang bercadar, jalan dengan dada dibusungkan hingga tak melihat barang-barang jamaah lain yang dihadapannya. Fenomena lainnya yang bukan hanya membuat jengkel para sesepuh mesjid adalah trend mesjid sebagai Islamic Center yang beralih fungsi menjadi destinasi wisata. Wuiiih… kalau ini mah jangan ditanya, pengunjung mesjid datang untuk selfie-selfie, buang sampah sembarangan dan tak shalat. Wajar bingits kalau kambing bandot pun ikutan kebakaran jenggot.

Mesjid Baiturrahman Banda Aceh (dokumentasi analisadaily.com)

                Lalu, idealnya bagaimana?
                Tak ada yang salah dengan aki-aki sebagai penghuni tetap mesjid. Dia sedang berjuang mengamalkan sunnah Rasul untuk mencapai Husnul Khatimah. Dan jauh lebih baik lagi jika para pemuda sudah membiasakan diri untuk ke mesjid, sebab kata Rasul, ada 7 golongan yang mendapat naungan Allah di Yaumil Masyar, dan salah satunya adalah “Pemuda yang hatinya bertaut dengan mesjid” (HR. Muttafaq Alaih).
                Mawaddah, ketenangan, adalah citra positif mesjid kita. Firman Allah “Fastabiqal Khairot”, - Berlomba-lombalah dalam kebaikan. Maka dalam perlombaan juga harus sportif, jangan saling mengganggu. Mungkin yang sudah sepuh akan dongkol kalau dinasihatkan pemuda yang ke mesjid lebih utama, maka yang muda tolong para sepuh kita dengan lebih menjaga akhlak ketika di mesjid.
                Kita teringat, dalam sebuah sirah nabawi, Kaum munafiqun membangun mesjid. Lalu Rasulullah memerintahkan untuk dihancurkan. Sebab ketika itu, Mesjid nabawi adalah center umat Islam. Tempat Umat Islam bertemu 5x sehari menghadap Allah, tempat Rasulullah mendidik langsung para sahabat. Sekarang mesjid kita berjamur, dalam satu kelurahan saja lebih dari satu mesjid. Yang fahamnya NU tidak mau shalat di mesjid Muhammadiyah terkhusus subuh, karena perbedaan pendapat tentang qunut.
                Bukan hanya itu, orang-orang kaya berlomba-lomba berinfaq sebanyak-banyaknya untuk pembangunan mesjid. Tapi masa’ iya, fenomena mesjid hanya milik mutlak mereka yang sudah sepuh dan memasuki usia pensiun kerja saja? Mau diapakan surga yang begitu luas? Mau dikemanakan pemuda-pemuda yang berpeluang mendapat naungan Allah?
                Mari sama-sama menjaga. Jangan ada yang merasa lebih baik. Sebab ukuran kita di mata Allah adalah ketakwaan, sedang penilaian kita di mata manusia adalah akhlak. Sama-sama kita wujudkan Mesjid sebagaimana dulu mesjid nabawi sebagai center umat di masa Rasulullah saw.


No comments:

Post a Comment