Moeslimonline.com. Alhamdulillah kembali kita dipertemukan dengan bulan Ramadhan 1429 H di tahun ini. Semoga dengan masuknya kita ke dalam bulan yang suci ini akan menjadikan kita sebagai orang-orang yang bertaqwa. Di mana dalam bulan yang sangat mulia kita diperintahkan untuk berpuasa selama sebulan penuh sebagai bagian dari usaha untuk melaksanakan kewajiban sekaligus sebagai sarana pembersihan jiwa (tazkiyatun nafs).
Puasa memiliki urgensi yang cukup tinggi dalam pembersihan jiwa ini, karena di antara syahwat besar yang bisa membuat manusia menyimpang adalah syahwat perut dan kemaluan. Sedangkan puasa merupakan pembiasaan terhadap jiwa untuk mengendalikan kedua syahwat tersebut. Puasa merupakan pembiasaan jiwa untuk bersabar, sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits yang artinya:
Puasa adalah separuh kesabaran. (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah, hadits hasan).
Dan juga merupakan sarana untuk mencapai derajat taqwa sebagaimana firman Allah SWT:
Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan puasa atas kamu sebagaimanan diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar supaya kamu bertaqwa. (Al-Baqarah: 183)
Sehingga tuntutan taqwa yang diperintahkan Allah kepada para hamba-Nya harus didukung dengan seluruh sarana dalam pembersihan jiwa terutama dalam masalah keikhlasan. Dalam Madarijus Salikhin Ibnul Qayyim menjelaskan tentang bab Ikhlas ini. Allah SWT berfirman:
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. (Al-Mulk: 2)
Al Fudhail berkata: Maksud yang lebih baik amalnya di dalam ayat ini adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Orang-orang bertanya,Wahai Abu Ali, apakah amal yang paling ikhlas dan paling benar itu?
Dia menjawab, Sesungguhnya jika amal itu ikhlas namun tidak benar, maka ia tidak akan diterima. Jika amal itu benar namun tidak ikhas, maka ia tidak akan diterima, hingga amal itu ikhlas dan benar. Yang ikhlas ialah yang dikerjakan karena Allah, dan yang benar ialah yang dikerjakan menurut As-Sunnah. Kemudian ia membaca ayat,
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya. (Al-Kahfi: 110)
Di dalam ayat yang lain Allah SWT juga telah berfirman:
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan? (An-Nisa: 125)
Yang dimaksudkan menyerahkan diri kepada Allah adalah memurnikan tujuan dan amal karena Allah. Sedangkan mengerjakan kebaikan ialah mengikuti Rasulullah SAW dan sunnah beliau.
Allah SWT juga berfirman:
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. (Al-Furqan: 23)
Amal yang seperti debu itu adalah amal-amal yang dilandaskan bukan kepada As-Sunnah atau dimaksudkan bukan karena Allah. Nabi SAW pernah bersabda kepada Sa'ad bin Abi Waqqash, Sesungguhnya sekali-kali engkau tidak akan dibiarkan, hingga engkau mengerjakan suatu amal untuk mencari Wajah Allah, melainkan engkau telah menambah kebaikan, derajat dan ketinggian karenanya..
Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Anas bin Malik ra, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Tiga perkara, yang hati orang Mukmin tidak akan berkhianat jika ada padanya: Amal yang ikhlas karena Allah, menyampaikan nasihat kepada para waliyul-amri dan mengikuti jama'ah orang-orang Muslim, karena doa mereka meliputi dari arah belakang mereka. (Diriwayatkan dari Tirmidzi dan Ahmad).
Banyak definisi yang diberikan kepada kata ikhlas dan shidq, namun tujuannya sama. Ada yang berpendapat, ikhlas artinya menyendirikan Allah sebagi tujuan dalam ketaatan. Ada yang berpendapat, ikhlas artinya membersihkan perbuatan dari perhatian makhluk. Ada yang berpendapat, ikhlas artinya menjaga amal dari perhatian manusia, termasuk pula diri sendiri. Sedangkan shidq artinya menjaga amal dari perhatian diri sendiri saja. Orang yang ikhlas tidak riya dan orang yang shadiq tidak ujub. Ikhlas tidak bisa sempurna kecuali dengan shidq, dan shidq tidak bisa sempurna kecuali dengan ikhlas, dan keduanya tidak sempurna kecuali dengan sabar.
Al Junai berkata, ikhlas merupakan rahasia antara Allah dan hamba, yang tidak diketahui syetan sehingga dia merusaknya dan tidak pula diketahui hawa nafsu sehingga dia mencondongkannya.
Pengarang Manazilus Sairin berkata, Ikhlas artinya membersihkan amal dari segala campuran. Dengan kata lain, amal itu tidak dicampuri sesuatu yang mengotorinya karena kehendak-kehendak nafsu, entah karena ingin memperlihatkan amal itu tampak indah di mata orang-orang, mencari pujian, tidak ingin dicela, mencari pengagungan dan sanjungan, karena ingin mendapatkan harta dari mereka ataupun alasan-alasan lain yang berupa cela atau cacat, yang secara keseluruhan dapat disatukan sebagai kehendak untuk selain Allah, apapun dan siapaun.
Akhirnya semoga kita bisa menjaga amalan puasa Ramadhan kita dengan selalu mengikhlaskan niat dalam berpuasa agar benar-benar kita mendapatkan pahala puasa yang kita harapkan, dan terhindar dari berpuasa yang sia-sia sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Berapa banyak orang yang berpuasa tetapi ia tidak mendapatkan dari puasanya kecuali lapar dan dahaga. (Diriwayatkan oleh Nasa'i dan Ibnu Majah).
Wallahu a'lam bishshowab.
No comments:
Post a Comment